(Buku Teologi Pembebasan, Dok TS) Judul Buku : Teologi Pembebasan – Kritik Marxisme & Marxisme Kritis Penulis : Michael Löwy Penerbit : INSISTpress, Yogyakarta Tahun terbit : Cetakan ke-2, Maret 2013 |
“Kalau saya memang nanti mati
terbunuh, saya akan membangkitkan rakyat Salvador. Kesyahidan adalah suatu
anugra Tuhan yang saya tak berpikir untuk mendapatkannya. Tetapi kalau Tuhan
memang menerima pengorbanan hidup saya, maka biarlah darahku menjadi benih dari
suatu kemerdekaan dan menjadi isyarat bahwa pengharapan akan segera menjadi
kenyataan. Seorang Uskup bisa mati, tetapi gereja Tuhan , yang memihak kepada
rakyat, tak akan perna binasa.”
Atas nama Tuhan, atas nama rakyat
kita yang teraniaya, yang tangis mereka membumbung sampai ke surga, saya
memohon kepada Anda sekalian, saya meminta Anda sekalian, saya memerintahkan
Anda sekalian: hentikan penindasan ini, (Uskup Oscar Romero)
Dalam tulisan, Socialism and Religion (Lenin:1905)
menegaskan, bahwa ateisme tidak harus menjadi bagian dari program partai
komunis, karena persatuan dalam perjuangan revolusioner yang nyata dari kelas
tertindas demi menciptakan suatu surga dimuka bumi adalah jauh lebih penting
ketimbang kesatuan pendapat kaum proletar tentang surga yang akan datang nanti
di akhirat.
Seorang ateis tulen,
Rosa Luxemburg dalam esainya Church and
Sosialism, (1905), menegaskan bahwa kaum sosialis modern justru lebih
percaya pada asas-asas asli Gereja ketimbang
lembaga kependetaan konservatif yang ada saat ini. Oleh karena kaum
sosialis berjuang untuk menegakkan suatu tatanan sosial yang lebih adil,
kemerdekaan dan persaudaraan, maka para pendeta jika mereka memang mau jujur
menerapkan dalam kehidupan kemanusiaan apa yang menjadi asas Kristen yang
menyatakan: Cintailah tetanggamu seperti kau mencintai dirimu sendiri, tentu
akan jujur pula menyambut baik gerakan kaum sosialis.
Jika lembaga kependetaan
malah mendukung orang-orang kaya yang menghisap kaum tertindas dan orang-orang
miskin, maka jelas mereka terang-terangan menentang ajaran Kristen. Mereka
mengabdi bukan kepada Kristus, kepada Anak Sapi Emas. Para rasul pertama
kristus adalah kaum komunis, gerakan kaum sosialis yang membawa Injil
persaudaraan dan keadilan kepada orang-orang miskin, yang menyeru kepada rakyat
untuk membangun kerajaan kemerdekaan dan cinta kasih terhadap sesama.
Sementara Gustavo
Gutierrez, seorang Jesuit Peru, dalam bukunya yang berjudul Liberation
Teology: Perspectives, mengajukan berbagai gagasan anti kemapanan doktrin
Gereja. Pada tahap pertama dia menekankan bahwa perlu melepaskan diri dari
paham ganda yang terwarisi dari pemikiran Yunani: bahwa tidak ada dua kenyataan
seperti yang mereka pradugakan selama ini, yang satu bersifat “fana” (temporal), yang lain bersifat “rohani” (spritual); dan bahwa tidak ada dua
wajah sejarah, yang satu “suci” (sacred),
yang lainnya “duniawi” (profane).
Hanya ada satu sejarah, dan itu terjadi dalam sejarah mansia yang fana, bahwa
penebusan dan Kerajaan Tuhan mesti dapat diwujudkan kini dan di dunia ini.
Pokok pikirannya adalah
bahwa orang tak perlu menunggu datangnya penyelamatan dari atas: Kitab Keluaran
dalam Injil memperlihatkan kepada kita bahwa: “manusia membangun dirinya dengan
kekuatannya sendiri melalui perjuangan politik yang bersejarah”. Kitab Keluaran
itu juga merupakan contoh nyata bahwa penyelamatan bukanlah suatu upaya yang
bersifat pribadi dan perseorangan, melainkan upaya komunal dan “publik”,
artinya bukanlah penyelamatan jiwa orang per orang, tetapi penebusan dan
pembebasan keseluruhan rakyat yang diperbudak. Dalam pandangan ini, orang
miskin tidak boleh terus-terusan menjadi sasaran belas kasihan dan
kedermawanan, tetapi sebagai budak-budak Ibrani harus menjadi pelaku yang
memperjuangkan kebebasan diri mereka.
Jadi, bagi Gereja hal
itu berarti harus berhenti menjadi satu gerigi roda penggerak sistem yang
berkuasa: harus mengikuti tradisi agung para nabi Injil dan contoh pribadi
Kristus, yakni harus menentang keserbakuasaan dan mengutuk ketidakadilan
sosial.
Kontekstual
Bukan Tekstual
Sebagai seorang agamawan
atau teolog (imam atau pendeta) bukan hanya menari-nari diatas mimbar demi nama Tuhan. Nama Tuhan bukanlah menjadi
busa khothbah dan pidato yang menakut-nakuti rakyat dengan batasan dosa yang
tidak jelas. Seharusnya setiap khothbah dan pidato itu harus didukung oleh
karya nyata dalam melawan ketidakadilan dan penindasan. Karena itulah arti
pengorbanan dan perjuangan Kristus yang kita imani.
Berikut ini saya
menguraikan beberapa agamawan (teolog) terkemuka yang telah memaknai ajaran
Kristus dalam kehidupan nyata (kontekstual). Mereka mengabdikan hidupnya demi
umat Tuhan yang ditindas oleh sistem negara yang memiskinkan dan menguras
rakyat kecil. Siapa mereka........??
Romo Camilo Torres,
mengorganisir suatu gerakan rakyat militan dan bergabung dengan Tentara
Pembebasan Nasional (ELN), suatu gerakan gerilya Castrois di Kolombia pada
tahun 1965. Torres akhirnya terbunuh pada tahun 1966 dalam suatu pertempuran
dengan tentara pemerintah.
Frei Betto (Carlos
Alberto Libanio Cristo) adalah seorang anggota Serikat Dominikan sebagai
seorang calon biarawan. Betto dikenal diseluruh dunia karena ia menerbitkan
serangkaian rekaman pembicaraannya dengan Fidel Castro mengenai agama yang
telah diterjemahkan kedalam 14 bahasa di Amerika Latin.
Betto telah mengabdikan
dirinya kepada umat Tuhan yang ditindas oleh kediktatoran hegemoni Brazilia. Penindasan, kemiskinan dan perampasan hak
hidup rakyat terjadi dimana-mana pada tahun 1969. Betto menolong dan
menyembunyikan banyak pegiat revolusioner yang diincar-incar oleh
antek-anteknya negara. Simpati dan kepedulian inilah yang membuat Betto harus mendekam
dibalik trali besi penguasa militer pada tahun 1969 sampai 1973. Konteks ini
tidak membuat Betto berdiam diri, melainkan dengan berani perlawanan rohaninya
dilakukan secara kontinu.
Dalam bukunya yang
diterbitkan belum lama ini di Brazilia “Batismo
de Sangue: Os dominicanos e a morte de Carlos Marighela” mendeskripsikan
keadaan masa itu. Salah satu bagian yang paling menerak dalam buku ini adalah
ketika Betto menggambarkan saat dirinya sendiri diinterogasi oleh seorang
algojo rezim diktator yang terkenal bengisnya:
“Bagaimana seorang Kristen kok bisa bekerjasama dengan
orang komunis?”
“bagi saya, manasia tidak dibedakan antara mereka yang
beriman dan mereka yang ateis, tetapi dibagi antara mereka yang tertindas dan
mereka yang menindas, antara mereka yang ingin mempertahankan tatanan
masyarakat yang tidak adil ini dan mereka yang berjuang demi tegaknya keadilan”
“apa kamu sudah lupa kalau Marx menganggap agama itu
candu bagi rakyat?”
“Orang-orang borjuislah yang memutarbalikkan agama
menjadi candu bagi rakyat dengan mengkhotbahkan adanya Tuhan yang bertakhta
Cuma di surga, sementara itu mereka meraup semua isi bumi ini untuk dirinya
sendiri.”
Frei Betto memiliki
pandangan yang berbeda terhadap paham Marxisme. Dia memandang kekayaan
menyeluruh Marxisme sebagai suatu ilmu sekaligus utopia, suatu teori sekaligus
praktik. Inilah yang membuatnya dapat menempatkan perpaduan ajaran Kristen dan
Marxisme pada bidang yang paling menentukan: tekad revolusioner.
Satu kata kunci yang
bisa mendamaikan pertentangan antara ateime Marxis dan iman Kristen, seperti
yang dikatakan Frei Betto: “manasia tidak
dibedakan antara mereka yang beriman dan mereka yang ateis, tetapi dibagi
antara mereka yang tertindas dan mereka yang menindas.”
Perselisihan yang dipicu
oleh masalah agama kini mengancam kehidupan kita. Sejarah peradaban dan
kemanusiaan hancur ketika kobaran kebencian merasuki perasaan masing-masing
pemeluk agama. Padahal, ada persoalan mendasar yang terus-menerus disemai dan
dipelihara: agama selalu saja diperalat oleh kekuasaan politik dan kekuatan
ekonomi sebagai dasar teologis pembenaran bagi kepentingan mereka sendiri.
Maka tampilan gerakan
teologi pembebasan menantang ketertaklukan lembaga-lembaga agama oleh hegemoni
kekuasaan politik dan kekuatan ekonomi yang serakah itu. Gerakan keagamaan
redikal dan revolusioner ini, terutama di Amerika Latin membuktikan bahwa:
“agama bisa dan seharusnya menjadi “bara api” melawan kezaliman,
ketidakadilan dan ketidakmanusiawiaan.”
(TS/ASLI)
Terimakasih telah mengulas buku INSISTPress. Rehal buku ikut kami lansir-link ke: http://blog.insist.or.id/insistpress/id/arsip/7281
BalasHapus