(Peta Pulau Papua. google, ist) |
Mas,
dari Papua ke Jayapura berapa Jam? Mas, dari Irian ke Papua
menggunakan paswor ngga? Mas, kamu ke sini gunakan paswor ngga? Mas,
negara Papua itu rakyatnya kaya semua ya? Mas, kamu orang NTT?
(Polisi) Mas, kamu orang mana? (Pertanyaan
dari masyarakat, dosen, polisi dan mahasiswa asal bagian barat
Indonesia)
Sekian
pertanyaan diatas ini sering dilontarkan kepada saya oleh masyarakat,
dosen, polisi dan mahasiswa asal Jawa. Masyarakat bertanya seperti
itu patut dimaklumi, karena mereka tidak berpendidikan, sekalipun
berpendidikan selalu diarahkan untuk mendapatkan uang sehingga tidak
memahami Indonesia secara keseluruhan.
Namun,
yang membuat saya heran mendengar pertanyaan ini adalah dari dosen,
polisi dan mahasiswa. Sering saya bertanya dalam hati, apakah mereka
ini pernah belajar? Apa saja yang mereka pelajari selama bangku
studi? dan banyak sekali pertanyaan yang saya tidak tuliskan.
Pertanyaan
seperti itu, dapat dipahami dari dua perspektif yang berbeda.
Pertama, dari segi sosial, sebagai Dosen, Polisi, dan Mahasiswa jelas
tidak memahami Indonesia secara keseluruhan sehingga asal kerja dan
asal menyatakan nasiolis yang ambigu. Orang-orang seperti ini, harus
sekolah ulang atau di didik secara tersendiri, biar tidak salah
memahami Papua dan persoalan yang ada di dalamnya. Sangat
mengkhawatirkan bagi masyarakat Papua, jika orang-orang seperti ini
yang menjadi pemimpin di negara ini. Papua bisa hancur dalam sekejab.
Konteks
ini membuktikan bahwa, orang-orang seperti itu berpendidikan, tetapi
orientasinya hanya untuk pekerjaan dan uang demi keselamatan pribadi
dan keluarganya. Bagi mereka (dosen, polisi dan mahasiswa),
nasionalisme terhadap negaranya dapat dipahami dari segi makan dan
minum serta mematuhi perintah dan aturan dari atasan tanpa membedakan
atau menganalisis antara baik dan buruk serta benar dan salah.
Sehingga kata multikultur, multietnis dan sebagainya tidak dipahami
secara baik. Orang-orang ini bisa disebut kelompok warga negara
oportunis yang memiliki nasionalisme yang ambigu.
Kedua,
dari segi politik, saya dapat memahami bahwa mereka (dosen, polisi
dan mahasiswa) ini sudah menganggap Papua adalah satu negara yang
berdaulat. Dan hal ini dapat dibenarkan bila ditunjauh dari segi
historis status politik Papua. Pada tanggal 1 Desember 1961, orang
mendeklarasikan kemerdekaan negara Papua Barat (state west Papua)
yang dilengkapi dengan atribut kenegaraan, yakni: Nama Negara, West
Papua; Bendera Negara, Bintang Kejora; Lambang Negara, Burung
Mambruk; dan Semboyang, One People One Soul.
Namun,
berdasarkan klaim demi kepentingan ekonomi, politik dan kekuasaan,
pemerintah Indonesia dibawah rezim orde lama (Soekarno) mengeluarkan
maklumat tiga komando rakyat (Trikora) di alun-alun utara Yogyakarta
pada tanggal 1 Mei 1963 dengan tiga amanat pokok, yakni: pertama,
bubarkan negara boneka buatan Belanda; kedua, kibarkan bendera
merah putih didataran Irian Barat (Papua Barat); dan ketiga,
mobilisasi umum merebut Irian Barat (Papua Barat).
Berdasarkan
tiga misi pokok tersebut, negara Indonesia mulai drop tentara di
Papua untuk menumpas rakyat Papua yang mempertahankan negara West
Papua yang baru dibentuk. Operasi demi operasi terus dilancarkan
hingga dilaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tahun
1969 yang penuh rekayasa sehingga dimenangkan oleh militer Indonesia.
Operasi
ini tak berhenti di titik PEPERA ini, tetapi berlanjut hingga
saat ini. Banyak orang Papua meninggal ditembusi tima panas negara.
Peradaban orang Papua dan kekayaan alam Papua hancur mencapai rekor
dunia. Kapitalis melampiaskan nafsu diatas bumi Cenderawasih demi
keuntungan pribadi sambil menciptakan politik adu domda diantara
pemilik negeri Papua. Berbagai macam penyakit sosial dimunculkan atau
disebarkan dalam kehidupan masyarakat Papua demi kepentingan ekonomi,
politik dan kekuasaan. Dalam konteks demikian, tidak ada keselamatan
bagi rakyat Papua dalam negara Indonesia. Maka benar bahwa Indonesia
harus keluar dari Papua agar masyarakat Papua menentukan nasib masa
depan mereka diatas tanah leluhurnya sendiri.
Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas ini, dapat disimpulkan bahwa sejumlah pertanyaan di
atas ini tidak mungkin dilontarkan kepada saya, jika mereka belajar
dan memahasi eksistensi dan atau status Papua di dalam negara
Indonesia. Namun, dari segi politk, pertanyaan tersebut dapat
dibenarkan berdasarkan histori status politik Papua sejak tahun 1961
hingga saat ini.
Indonesia
sebagai penjajah, bukan untuk membangun dan menyelamatkan orang Papua
sehingga bisa dikatakan pertanyaan-pertanyaan ini dilontarkan atas
dorongan batin sebagai sebuah wujud doa agar orang Papua bisa selamat
dari nafsu kolonialisme, imperirialisme dan militerisme Indonesia.
Semoga......!!!!
Penulis
adalah ASLI, Perenung Hidup Sederhana.
Tidak ada komentar: