Tage adalah Rencana Alam



Renungan malam:

(Panorama alam Tage, dok TS)
Berawal dari mendengar sebuah lagu Amonai Group Vol II yang berjudul “Amonai Wodouga” Cipt: Arnol Degemou Tekege, yang membawah  kerinduan pada kampung halaman tercinta di pinggir Danau Tage Biru hingga  membuat saya berpikir untuk mendefinisikan apa itu TAGE dari sisi adat. Dan tulisan ini saya persembahkan kepada orang tua di Tage yang selalu berbicara tentang adat.

Auwai-Tage=kita akan pergi
Keitai-Tage=kita akan lakukan
Ekowai- Tage=kita akan kerja
Mana Wegai- Tage=kita akan bicara
Adou-Tage=kita akan melihat

Semua kata diatas ini  diakhiri dengan kata "Tage" yang secara keseluruhan dapat diartikan sebagai sesuatu yang akan dijalankan, dilakukan, dibicarakan, dilihat dan sebagainya. Dengan demikian, secara filosofis Tage adalah: akan, nanti, masa yang akan datang atau beberapa hari, minggu, bulan atau tahun kedepan.

Tage juga mengundung arti bahwa sesuatu yang direncanakan atau dirancang secara matang agar dapat diterapkan pada masa mendatang.  Dari kata “Tage” sendiri secara alami (natural) memiliki rencana tersendiri yang akan terwujud, entah itu baik atau buruk. Jadi, pada intinya Tage adalah Rencana, yang bukan berasal dari manusia, melainkan dari alam Tage itu sendiri.

Jika Tage adalah “rencana” secara alami, berarti tidak bisa dikendalikan oleh siapapun dan atas nama apapun. Rencana itu, akan terjadi diluar kendali manusia sekalipun dengan kekuatan apapun. Pada saat rencana itu terwujud, kemampuan manusia tidak bisa mengatasi atau menghalangi rencara alami tersebut, manusia hanya bisa meminimalisir. “Rencana” ini juga memiliki aturan tersendiri yang memang ada sejak awal Ugatame “Tuhan” menciptakan alam Tage beserta segala isinya.

Tage “Rencana” mungkin akan bertanya pada setiap manusia, sejauh mana engkau mengetahui Tage “rencana”  ini? sejauh mana engkau mengenal  “rencana” ini? sejauh mana engkau mendekati  “rencana” ini? dan sejauh mana anda berkomunikasikan dengan “rencana” ini? banyak lagi pertanyaan lainnya yang menuntut kita jawaban yang pasti tanpa menggunakan teori. 

Mungkin kita orang yang hidup disekitar Tage Peku, bahkan orang Mee pada umumnya, terutama generasi muda dituntut untuk menyiapkan jawaban dari beberapa pertanyaan diatas ini. Dan jika jawaban itu sudah siap, tinggal kita nantikan kapan “rencana” alami ini akan terwujud. Artinya kita harus siap lebih duluan dari pada terjebak secara tibah-tibah.

Rencana ini memang sesuatu yang aneh, bahkan ini sebuah keniscayaan yang tidak bisa diterima dengan akal sehat manusia. Karena memang manusia saat ini selalu diarahkan untuk menerima dan mempercayai sesuatu yang didukung oleh teori. Namun, sebaliknya rencana secara alami ini tidak membutuhkan teori,  tetapi memiliki efek samping atau dampak yang jelas dan akan terjadi tanpa direkayasa oleh siapapun dan atas nama apapun.

Contoh kongkrit yang kita bisa lihat adalah aturan yang dibuat oleh manusia berdasarkan kesepakatan tertentu, sehingga bagi yang melanggarnya akan dijatuhi hukuman oleh manusia itu sendiri. Dengan kata lain, kelompok mayoritas mempunyai hak untuk menentukan baik dan buruk serta benar dan yang salah atas kelompok minoritas. 

Sedangkan aturan  “rencana”  secara alami memiliki hukuman dari alam itu sendiri, seperti orang tua Mee mengatakan  kepada anaknya bahwa, jangan mandi di kali ini, kamu bisa tenggelam  karena ada penunggu (madou) disitu, dan itu memang terjadi dalam kehidupan Mee. Dengan kata, hukuman dari rencana itu ada ditangan alam itu sendiri, bukan pada manusia, sehingga bagi yang melanggarnya, harus menerima hukuman seberat apapun karena tidak ada tempat untuk mengadu atau menggugat.

Menarik bila kita menelaah apa yang dikatakan  Teori Copernican dalam (Bertrand Russell, 1946: 707) bahwa “Merendahkan diri dihadapan Tuhan itu benar dan bijaksana, karena Tuhan akan menghukum orang-orang yang sombong. Wabah penyakit, banjir, gempa bumi ini hanya bisa dicegah dengan kerendahan hati. Namun, menjadi tidak mungkin untuk tetap berendah hati ketika manusia mencapai kejayaan-kejayaan semacam ini”. Dengan kata lain, “Alam dan hukum-hukum alam bersembunyi di kegelapan malam, Tuhan bersabda, “Jadilah Newton,” dan semua menjadi terang.” Dan mengenai kutukan, pastilah Sang Pencipta alam semesta yang begitu luas menganggap lebih baik daripada mengirim manusia ke neraka.

Oleh karena itu, kita tidak perlu terdesak oleh perkembangan jaman yang belum tentu sesuai dengan konteks kehidupan kita. Identitas dan ciri khas bangsa harus dijaga dan dilestarikan. Hukum adat dan juga hukum alam tidak boleh hilang dan tergusur oleh zaman yang mangarahkan masyarakat pada ambang kehancuran ini. Disitulah kita diperhadapkan pada konteks tuntutan akan penyesuaian antara kebutuhan manusia dan hukum alam dan adat, karena  bencana itu merupakan konsekuensi dari ulah manusia  yang  tidak mengindahkan hukum alam dan aturan hukum adat sehingga berpikir hanya kepuasan sesaat diri sendiri hingga berujung pada datangnya bencana alam yang mengorbankan banyak orang. (Ipou Igo’n)

Baca Juga Berita Terkait

1 komentar: