Renungan malam:
![]() |
(Panorama alam Tage, dok TS) |
Auwai-Tage=kita akan pergi
Keitai-Tage=kita akan lakukan
Ekowai- Tage=kita akan kerja
Mana Wegai- Tage=kita akan bicara
Adou-Tage=kita akan melihat
Semua
kata diatas ini diakhiri dengan kata
"Tage" yang secara keseluruhan dapat diartikan sebagai sesuatu yang
akan dijalankan, dilakukan, dibicarakan, dilihat dan sebagainya. Dengan
demikian, secara filosofis Tage adalah: akan, nanti, masa yang akan datang atau
beberapa hari, minggu, bulan atau tahun kedepan.
Tage
juga mengundung arti bahwa sesuatu yang direncanakan atau dirancang secara
matang agar dapat diterapkan pada masa mendatang. Dari kata “Tage” sendiri secara alami (natural) memiliki rencana tersendiri
yang akan terwujud, entah itu baik atau buruk. Jadi, pada intinya Tage adalah
Rencana, yang bukan berasal dari manusia, melainkan dari alam Tage itu sendiri.
Jika Tage
adalah “rencana” secara alami, berarti tidak bisa dikendalikan oleh siapapun
dan atas nama apapun. Rencana itu, akan terjadi diluar kendali manusia
sekalipun dengan kekuatan apapun. Pada saat rencana itu terwujud, kemampuan
manusia tidak bisa mengatasi atau menghalangi rencara alami tersebut, manusia hanya
bisa meminimalisir. “Rencana” ini juga memiliki aturan tersendiri yang memang
ada sejak awal Ugatame “Tuhan” menciptakan
alam Tage beserta segala isinya.
Tage “Rencana”
mungkin akan bertanya pada setiap manusia, sejauh mana engkau mengetahui Tage “rencana”
ini? sejauh mana engkau mengenal “rencana” ini? sejauh mana engkau mendekati “rencana” ini? dan sejauh mana anda
berkomunikasikan dengan “rencana” ini? banyak lagi pertanyaan lainnya yang
menuntut kita jawaban yang pasti tanpa menggunakan teori.
Mungkin kita
orang yang hidup disekitar Tage Peku, bahkan orang Mee pada umumnya, terutama
generasi muda dituntut untuk menyiapkan jawaban dari beberapa pertanyaan diatas
ini. Dan jika jawaban itu sudah siap, tinggal kita nantikan kapan “rencana”
alami ini akan terwujud. Artinya kita harus siap lebih duluan dari pada
terjebak secara tibah-tibah.
Rencana
ini memang sesuatu yang aneh, bahkan ini sebuah keniscayaan yang tidak bisa
diterima dengan akal sehat manusia. Karena memang manusia saat ini selalu
diarahkan untuk menerima dan mempercayai sesuatu yang didukung oleh teori. Namun,
sebaliknya rencana secara alami ini tidak membutuhkan teori, tetapi memiliki efek samping atau dampak yang
jelas dan akan terjadi tanpa direkayasa oleh siapapun dan atas nama apapun.
Contoh kongkrit
yang kita bisa lihat adalah aturan yang dibuat oleh manusia berdasarkan
kesepakatan tertentu, sehingga bagi yang melanggarnya akan dijatuhi hukuman
oleh manusia itu sendiri. Dengan kata lain, kelompok mayoritas mempunyai hak
untuk menentukan baik dan buruk serta benar dan yang salah atas kelompok
minoritas.
Sedangkan
aturan “rencana” secara alami memiliki hukuman dari alam itu
sendiri, seperti orang tua Mee mengatakan kepada anaknya bahwa, jangan mandi di kali
ini, kamu bisa tenggelam karena ada
penunggu (madou) disitu, dan itu
memang terjadi dalam kehidupan Mee. Dengan kata, hukuman dari rencana itu ada
ditangan alam itu sendiri, bukan pada manusia, sehingga bagi yang melanggarnya,
harus menerima hukuman seberat apapun karena tidak ada tempat untuk mengadu
atau menggugat.
Menarik bila kita menelaah apa yang
dikatakan Teori Copernican dalam (Bertrand Russell, 1946: 707) bahwa
“Merendahkan diri dihadapan Tuhan itu benar dan bijaksana, karena Tuhan akan
menghukum orang-orang yang sombong. Wabah penyakit, banjir, gempa bumi ini
hanya bisa dicegah dengan kerendahan hati. Namun, menjadi tidak mungkin untuk
tetap berendah hati ketika manusia mencapai kejayaan-kejayaan semacam ini”.
Dengan kata lain, “Alam dan hukum-hukum alam bersembunyi di kegelapan malam,
Tuhan bersabda, “Jadilah Newton,” dan semua menjadi terang.” Dan mengenai
kutukan, pastilah Sang Pencipta alam semesta yang begitu luas menganggap lebih
baik daripada mengirim manusia ke neraka.
Oleh karena itu, kita tidak perlu
terdesak oleh perkembangan jaman yang belum tentu sesuai dengan konteks kehidupan
kita. Identitas dan ciri khas bangsa harus dijaga dan dilestarikan. Hukum adat
dan juga hukum alam tidak boleh hilang dan tergusur oleh zaman yang mangarahkan
masyarakat pada ambang kehancuran ini. Disitulah kita diperhadapkan pada
konteks tuntutan akan penyesuaian antara kebutuhan manusia dan hukum alam dan
adat, karena bencana itu merupakan
konsekuensi dari ulah manusia yang tidak mengindahkan hukum alam dan aturan hukum
adat sehingga berpikir hanya kepuasan sesaat diri sendiri hingga berujung pada
datangnya bencana alam yang mengorbankan banyak orang. (Ipou Igo’n)
Wiss koya anamakiyo kouna
BalasHapus