Mencari Yesus di Negeri Konflik



Yoseph  dan Mikael 
***
(Peta Papua.  google.com)
Kami menyadari bahwa kami bukanlah agamawan atau teolog, tetapi sebagai mahasiswa yang peduli terhadap problem apapun yang terjadi dalam kehidupan sosial sehingga berawal sebuah diskusi lepas tentang perkembangan agama di Papua, maka kami menuliskan hasil diskusi tersebut. Kami juga menyadari bahwa tulisan ini bukan untuk maksud tertentu, melainkan sebuah kerinduan hati kami sebagai umat agar penyampaian firman Tuhan tetap berada pada posisinya tanpa berselingkuhan dengan kepentingan tertentu. Dan harapan kami juga agar kotbah atau penyampaian firman Tuhan dapat disesuaikan dengan konteks sosial yang terjadi dalam kehidupan umat beragama (kontekstual bukan tekstual).

Mengenal  Yesus dan Ajaran_Nya

Semua orang di dunia ini merupakan anak Allah karena kami semua adalah karya penciptaan_Nya. Allah menginginkan semua umatnya selamat dari berbagai macam godaan dan cobahan di dunia ini. Memang menusia diciptakan untuk menghadapi semua itu, dan bagi orang yang bertahan dan mampu menghadapi semua itu akan diselamatkan karena keteguan iman. Untuk memperkuat hal itu, yesus hadir ditenga-tenga kehidupan manusia  yang sangat kejam, dibawah kekuasaan yang menindas untuk melawan secara damai segala bentuk penindasan dan membebaskan umat demi kebenaran dan keadilan.

Yesus adalah seorang manusia sama sepaerti insan manusia lainnya dimuka bumi ini. Ia dilahirkan oleh seorang ibu, dan dibesarkan dalam kasih sayang. Ia adalah pejuang kebenaran, keadilan, kemanusiaan dan Ia juga adalah raja damai yang melawan sistem secara damai pula. Umat kristiani di seluruh dunia percaya bahwa Yesus anak Allah karena menegakan kebenaran dan keadilan dengan melawan sistem yang menindas hingga akhirnya mengorbankan nyawanya. Ia tidak membiarkan ketidakadilan dalam kehidupan umat manusia sehingga ia melawan secara damai bahkan korban demi kebenaran dan keadilan serta kemanusiaan.

Yesus mengajarkan kebenaran dan keadilan disertai dengan tindakan nyata secara damai. Berangkat dari itu, umat kristiani yang menganut ajaran Yesus harus mengikuti jejaknya. Yesus mewariskan pentingnya menegakan keadilan, kemanusiaan dan kebenaran, maka harus melawan sistem yang menindas, bukan hanya mewartakan kasih sayang antar sesama. Yesus  tidak membiarkan ketidakadilan dan penindasan terjadi begitu saja dalam kehidupan umat manusia sehingga berjuang melawan sistem berdasarkan kasih sayang dan damai. Yesus tidak mengajarkan umatnya untuk tunduk pada sistem yang menindas pada saat itu, namun Ia mengajak umat untuk melawan sistem secara damai dan itulah esensi daripada ajaran_Nya.

Oleh karena itu, sebagai pewaris perjuangan secara damai, maka itulah yang diajarkan dan disertai dengan tindakan nyata, bukan mengajak umat tunduk pada sistem yang diterapkan oleh penguasa. Itu sangat kekeliruhan yang luar biasa, sehingga bagi para pawaris bahwa jangan salah maknai kasih sayang dan damai yang diajar oleh Yesus kalau memang anda adalah pengikutnya.

Cinta Kasih dan Damai

Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Cinta juga merupakan kegiatan aktif yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain atau sesama, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian dan membantu serta kasih sayang. Cinta lebih bersifat universal. Sehingga hal ini bisa terjadi terhadap sahabat, saudara, keluarga dan masyarakat luas. Dan yang perlu ditekankan adalah, bahwa cinta kasih dan sayang yang tulus itu selalu punya sifat yang ikhlas dan lebih banyak memberi daripada menerima. Sehingga cinta memperkuat kasih sayang. Dengan demikian, cinta kasih akan menciptakan kedamaian. 

Dalam buku berjudul Bertuhan Tanpa Agama (Bertrand Russell, 2013: 65), ada dua jenis cinta, cinta selektif duniawi, yang diberikan pada apa yang menyenangkan, indah, atau baik; dan cinta imparsial surgawi, yang diberikan pada semua tanpa membedakan. Cinta duniawi diimbangi dengan kebencian yang bersifat melawan: untuk teman berupa musuh yang dilawan; untuk orang suci berupa orang berdosa; untuk Tuhan berupa setan. Sedangkan damai artinya ketidaan perang,  kekerasan, konflik, tenang dalam diri maupun dalam masyarakat dan menciptakan keadilan dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, damai adalah menegakan kebenaran dan keadilan tanpa diganggu gugat oleh siapapun dan atas nama apapun karena damai merupakan tujuan utama dari kemanusiaan.

Ajaran Agama Kristen

Intisari dari ajaran agama kristen adalah “cinta kasih  dan damai” sehingga bagi penganut atau pengikut ajaran tersebut  harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.   Namun, kadang antara konsep dan konteks tidak sejalan, tetapi kita harus mengakui bahwa sebagai manusia yang tentunya tidak luput dari kekurang dan keterbatasan serta kelemahan pantaslah terjadi demikian. Dan kadang ada banyak orang salah mengartikan  dalam kehidupan baik itu para pewarta firman maupun umat  sehingga membiarkan suatu persoalan yang terjadi didepan matanya bahkan tidak peduli dan takut.

Satu hal yang perlu diketahui oleh pawarta maupun umat kristiani bahwa, kita adalah pengikut Yesus Kristus, sebagaimana kita biasa dengar pada saat khotbah setiap hari minggu dan kita biasa baca dalam alkitab. Kita juga biasa melihat dan membaca bahwa ada foto tentang yesus yang dibawahnya dituliskan “Yesus Raja Damai”. Maka kitalah (umat kristiani) yang merupakan pewaris damai dalam dunia yang penuh dengan cobaan ini. Kita semua tahu bahwa Yesus adalah seorang pejuang damai yang sejati. Yesus lahir ditengah ketidakadilan yang terjadi dalam umat untuk membebaskan dan mengangkat kebenaran dan menegakan keadilan  yang dibungkam oleh para penguasa karena Yesus tahu bahwa ketidakadilan dan penindasan perlu diakhiri dimuka bumi ini.

Dibalik Firman Tuhan

Agama dipandang sebagai keyakinan setiap insan manusia terhadap Tuhan yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Berdasarkan keyakinan tersebut, umat mendapatkan dan mendengarkan firman Tuhan tentang kebenaran, kedamaian, kabar gembira dan sebagainya. Begitu juga dengan masyarakat Papua. Masyarakat Papua pada umumnya menganut tiga agama, yakni Kristen Katolik, Kristen Protestan dan Islam. Meskipun setiap bangsa memiliki agama asli atau tradisional, namun itu sudah berhasil dematikan oleh penyebaran agama yang telah berselingkuhan dengan tiga G, yakni Glory, Gold dan Gospel.

Disamping itu, ada satu paham yang sebenarnya satu paket dengan penyebaran agama tersebut, yakni teori atau paham animisme dan dinamisme. Paham atau teori ini digunakan sebagai doktrin untuk mempengaruhi umat agar dapat menerima ajaran agama baru. Masyarakat Papua dibawah alam sadar atau secara tidak sadar menerima agama tersebut dan meninggalkan agama atau keyakinan aslinya. Disisi lain, masyarakat Papua dahulu telah dijebak dalam penyebaran tersebut, karena tingkat pengetahuannya kurang bahkan sebagai hal baru sehingga rasa ingin mencobah atau ingin tahu semakin meningkat dalam diri mereka sehingga menerima ajaran tersebut.

Akibatnya, telah menghasilkan sejarah politik yang hingga saat ini masih belum tuntas. Papua memiliki sejarah politik yang sangat berbedah dangan wilayah lain di negara indonesia. Namun, pada tahun 1963 dianeksasi kedalam negara Indonesia demi kepentingan ekonomi politik diatas tanah Papua. Sejak saat itu, merupakan awal dari berbagai macam persoalan kemanusiaan terhadap masyarakat Papua, baik pembunuhan, pembantaian, penculikan, pemerkosaan, perampasan dan lain-lain yang dilakukan oleh para TNI/Polri hingga saat ini terhitung 53 tahun.

Mereka (masyarakat) Papua dikorbankan oleh negara-negara yang berkepentingan sehingga nilai-nilai humanisme tidak diperhatikan, masyarakat Papua menjadi  objek untuk melakukan praktek kejahatan oleh para militer yang belajar ditempat lain. Penindasan dan penjajahan terjadi didalam kehidupan masyarakat Papua disegala aspek kehidupan. Dalam konteks tersebut, agama mengajarkan kita agar tetap mendoakan, mengampuni dan memberikan  cinta kasih kepada mereka yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan, sementara kejahatan semakin hari semakin meningkat.

Hanya kata-kata itu saja tidak cukup bahkan tidak bisa, kata orang bahwa setiap doa harus disertai dengan tindakan nyata. Jika anda ingin bebas dari penjajahan dan penindasan maka ambillah tindakan untuk berjuang seiring dengan doa, bukan hanya meminta kepada Tuhan untuk membebaskan anda. Tuhan selalu turut membantu melalui setiap perbuatan dan tindakan kita. Sebagai penginjil/pewarta dan umat kristiani yang merupakan pewaris ajaran Yesus, maka saat inilah kita melawan dan memperjuangkan kebenaran demi kebebasan, kemanusiaan dan terciptanya kedamaian sejati ditanah air kita tercinta Papua. 

Pewarta Firman Tuhan (Pastor dan pendeta), jangan mengajak umat untuk tunduk pada penguasa yang menindas itu, tetapi tunjukkanlah sikapmu sebagai pewaris ajaran kristus dengan mengajak umat untuk berjuang dan bebas dari segala bentuk penindasan melalui cara-cara yang damai.  Katakanlah kepada umat bahwa hanya doa saja tidak cukup, maka berjuanglah “oraed labora” untuk mengakhiri semua ini. Janganlah salah maknai arti cinta kasih dan damai yang diajarkan oleh Yesus.

Atas Nama Tuhan

Berangkat dari penjelasan diatas, tidak heran jika kehidupan perkembangan agama pada masa kini di Papua masih dijumpai agamawan maupun umat yang bersembunyi dibalik firman Tuhan dengan jalan melakukan doktrin atas nama Tuhan untuk meloloskan kepentingan tertentu. Kadang ada banyak umat yang tidak mengerti  atau mungkin tahu atas konteks ini, tetapi dibiarkan begitu saja. Umat yang tahu akan hal ini merasa bahwa mengkritisi pastor atau pendeta adalah sebuah wujud dosa sehingga membiarkan begitu saja. Sedangkan umat yang belum tahu atas konteks ini merasa bahwa telah mendapatkan atau mendengarkan firman Tuhan dan menghayati.

Ajaran-ajaran yang menyimpan dari alkitab adalah mengajak umat untuk tunduk pada sistem, sabar, kasih sayang melampaui batasan dan damai. Sementara bagaimana mewujudkan kedamaian tersebut itu tidak perna diajarkan atau disampaikan melalui kotbah diatas mimbar yang menurut mereka mimbar suci. Mungkin para agamawan atau bahkan umat tidak mengerti kehadiran dan perjuangan Yesus Kristus ditenga umat yang menderita akibat sistem yang menindas pada saat itu yang konon situasinya sama dengan yang terjadi di Papua. Ketika orang bertanya Pertanyaan paling fundamental yang mungkin perlu dijawab oleh agamawan dan umat beragama di Papua adalah “mengapa yesus digantung dikayu salib?” tanpa ragu para agamawan maupun umat akan menjawab “karena dosa manusia” Tuhan Yesus mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia di dunia ini.

Itulah jawaban yang tidak perna dibantah oleh siapapun dan atas nama apapun. Menurut kami, Tuhan Yesus mati dikayu salib karena Ia melawan hukum  dan kekuasaan yang menindas secara damai. Dengan demikian, yesus mati dikayu salib demi membela umat miskin, tak berdaya dan yang terlantar yang ditindas oleh sistem. Karena itu, jelaslah bahwa Ia (Yesus) menebus dosa  penguasa saat itu yang menjalankan sistem yang menindas. Dengan kata lain, kematiannya menebus dosa bagi yang menindas dan keselamatan bagi yang ditindas.

Penyampaian yang menyimpan atau berselingkuhan dengan kepentingan tertentu adalah menambah dosa bagi yang menjalankan sistem yang menindas, sedangkan penindasan bagi umat miskin yang lemah. Artinya bahwa jika umat dengan serius menghayati kotbah yang menyimpan, maka secara tidak langsung umat miskin menerima atau menindas diri sendiri. Iman tanpa perbuatan adalah sia-sia, itulah kalimat yang memperkuat doktrin kepada umat agar dapat merealisasikan atau mempraktekan apa yang mereka dapat melalui kotbah yang menyimpan tersebut sehingga kadang bagi umat yang menghayati kotbah yang menyimpan itu menghantui setiap aktifitas dan kadang juga ragu dalam mengambil sikap atau keputusan dalam menghadapi konteks sosial yang terjadi dalam kehidupan umat beragama.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa kotbah yang menyimpan selalu bersifat persuasif atau diarahkan untuk pasrah menerima perlakuan apapun oleh pihak yang menjalankan sistem yang menindas itu. Sementara umat hidup dalam masalah diatas masalah yang sangat tumpang tindi dan pintu menuju maut pun semakin terbuka lebar. Karena itu, tidaklah berlebihan jika saya menyatakan umat beragama di Papua dijebak dan didoktrin atas nama Tuhan demi kepentingan tertentu. Andaikan  dari awal para pendahulu tidak menerima kaum misionaris, mungkin umat beragama di Papua pada masa kini pasti menghindar dari jebakan atau doktrin yang menindas ini.

Hal paling signifikan yang perlu dimengerti oleh umat beragama di Papua bahwa kata-kata persuasif yang disampaikan melalui kotbah atau kegiatan kerohanian lainnya itu sebenarnya ada batasan. Karena jika kita kaitkan dengan pengorbanan Yesus, jelaslah bedah jaman sehingga tidak bisa di samakan dengan jaman sekarang.

Siapakah Yesus Pada Masa Kini?

Menurut umat kristiani, Yesus adalah raja damai, Sang penebus dosa manusia dan sebagainya. Yesus juga mengorbankan nyawanya demi menebus dosa umat manusia di dunia ini. Menurut kami Yesus adalah pejuang kemanusiaan sejati. Ia berjuang melawan sistem yang menindas umat miskin  hingga mati di kayu salib. Karena itulah Yesus adalah Penyelamat bagi umat pada jaman_Nya. Pada intinya Yesus adalah seorang pejuang kemanusiaan  secara damai.

Berdasarkan difinisi tersebut kadang orang atau umat menaruh harapan keselamatan pada Yesus yang telah mati dikayu salib bersama doa tanpa melakukan tindakan-tindakan kongkrit  demi keselamatan tersebut. Dengan ini, umat merasa telah menganut ajaran Sang pejuang kemanusiaan tersebut, pada hal, sebenarnya menjadi pengikut Yesus  ketika kita menjadi pewaris ajaran dan perjuangan-Nya. Karena selama ini, kadang orang berbiacara damai tetapi tidak perna berbicara bagaimana mewujudkan kedamaian tersebut. Kedamaian saat ini yang diperjuangkan sekalipun berlaku bagi kelompok tertentu, begitu juga dengan kasih sayang.

Jika kita berbicara berdasarkan Firman Tuhan, manusia mempunyai dua kehidupan, yakni kehidupan sebelum mati atau didunia dan kehidupan setelah mati atau disurga. Karena itu, manusia juga memiliki dua didalam satu (two in one), yakni aku dan diriku. Karena itu, manusia harus memperjuangkan keselamatan bagi aku dan diriku. Jangan sampai kita meninggalkan salah satu diantaranya sehingga kehidupan manusia menjadi neraka bagi dunia dan surga bagi akhirat atau sebaliknya. Jika manusia berusaha menciptakan suasana hidup surga di dunia, maka kadang tidak memperhatikan usaha itu antara haram dan halal, sehingga minimal kita berusaha hidup setenga surga di dunia, sambil berusaha kehidupan surga bagi akhirat. Dengan ini, kita berperan dan menjadi teladan bagi kehidupan dunia dan akhirat.

Karena itu,  Yesus pada masa kini adalah orang yang memperjuang kemanusiaan demi keselamatan umat yang tidak berdaya atau miskin yang ditindas oleh sistem ataupun kepentingan tertentu. Dengan ini, tidaklah berlebihan jika kami menyatakan Mahatma Gandhi adalah Yesus bagi orang India, Nelson Mandela adalah Yesus bagi orang Afrika, Marten Luter King adalah Yesus bagi orang Amerika Latin dan yang lainnya. Sekarang pertanyaan selanjutnya adalah siapakah Yesus bagi bangsa Papua? Apakah pemerintah yang menjalankan sistem ini, agamawan, kaum terpelajar, masyarakat? Atau siapakah dia?

Tidak cukup hanya mendengarkan firman Tuhan tanpa melakukan aksi-aksi nyata yang bersifat universal demi kedamaian dan keselamatan. Bukan hanya terbatas pada keluarga atau kelompok golongan tertentu. Masyarakat Papua sadarlah dalam menghayati atau memaknai esensi Firman Tuhan ini, agar tidak terjebak dalam doktrin dan batasan dosa yang kadang tidak jelas ini. karena, sebenarnya doktrin atas nama Tuhan itulah yang sedang menghambat kehadiran Sang pejuang sejati (Yesus) bagi Papua untuk menyelamatkan bangsa Papua dari penderitaan ini.

“Hasil diskusi lepas Yoseph dan Mikael di Bang Ucok, 14 Oktober 2014”

Baca Juga Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Leave a Reply