Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Salam
kenal, Bapak Jamal Ma’mur Asmani
Nama
saya: Mikael Tekege
Dari
Nabire Papua
Saya
sangat senang dengan buku karya Bapak dengan judul “Pendidikan Berbasis Keunggulan
Lokal”. Sungguh karya sangat luar biasa, sejumlah pertanyaan yang
terpendam dalam benak saya sudah terjawab. Sejumlah pertanyaan ini muncul
berdasarkan pengalaman ketika bangku sekolah. Kami diajarkan cara membuat sawa, kami diajarkan konteks kehidupan
masyarakat Jawa, kami juga diajarkan di Jawa ada Candi Perambanan dan Borobudur
serta kondisi geografis pulau Jawa, sementara kami sendiri tidak perna
membayangkan semua itu. Mungkin kami bisa mengerti ketika diajarkan sesuai
dengan konteks yang ada daerah itu.
Kami
melangkah ke jenjang berikutnya tanpa memahami potensi yang ada di daerah.
Salah satu adik yang menganyam pendidikan di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Daerah Istimewa
Yogyokarta (DIY) mengatakan bahwa bahasa jawa merupakan satu pelajaran yang
kami terima. Saya baru tahu ternyata disana seperti itu, karena kami dilarang
menggunakan bahasa daerah dilingkungan sekolah, seakan-akan bahasa daerah
merupakan suatu ancaman, pada hal ini bagian dari kekayaan kultur yang perlu
dilestarikan. Menurut prediksi
peneliti, seperti dilansir di koran lokal (lensa Papua) bahwa dalam waktu 100
tahun ke depan bahasa-bahasa di dunia akan tinggal 50 persen, sedangkan sisanya
akan punah mengingat kuatnya pengaruh bahasa-bahasa utama dalam kehidupan
global. Ia juga menuturkan, di Papua ada sembilan bahasa yang telah punah, yakni
di Kabupaten Sarmi tiga bahasa (Bapu, Darbe, dan Wares), di Jayapura dua bahasa
(Taworta dan Waritai), di Jayawijaya dua bahasa (Murkim dan Walak), Manokwari
satu bahasa (Meoswar), dan di Rajaampat satu bahasa (Loegenyem).
Akibatnya banyak generasi muda saat ini tidak mengetahui bahasanya.
Ada
mata pelajaran muatan lokal, tetapi kami tidak diajarkan dengan baik, selain
ditugaskan untuk membawah kayu bakar dan pagar untuk guru. Ketika itu saya
merasa bahwa, mungkin semua yang ada daerah ini tidak mengandung nilai positif
yang bisa dimanfaatkan. Kebudayaan, sosial, ekonomi dan historis serta kondisi geografis dan lain-lain tidak memiliki
arti, sehingga mereka ajar yang tidak perna kami ketahui. Mungkin mereka yang
menjalankan sistem ini tidak memahami hal itu, atau mungkin sengaja mengajarkan hal itu demi kepentingan
tertentu.
Melalui
karya bapak saya mengetahui dan
menyadari bahwa ternyata semua kearifan lokal yang ada memiliki arti dan
mengandung makna yang sangat signifikan. Kayakinan tradisional mengandung
sejumlah besar data empiris yang berhubungan dengan fenomena, proses dan sejarah
perubahan lingkungan sehingga membawa implikasi bahwa system pengetahuan
tradisional dapat memberikan gambaran informasi yang berguna bagi perencanaan
dan proses pembangunan.
Demikian pengalaman atau cerita singkat
dari saya. Akhirnya
saya tak lupa ucapkan terima kasih atas
karya Bapak yang luar biasa ini, semoga Tuhan berikan
umur panjang agar terus berkarya demi kemajuan negeri ini.
Assalamu’alaikum,
Wr. Wb.
“Aku Sang Liar”
Tidak ada komentar: