Novel “Jalan Kehancuran”



Judul Novel           : Jalan Kehancuran
(Cover Buku Jalan kehancuran, Dok/TS)
Penulis                  : Vitalis Goo
Tebal                    : 145 Halaman
Penerbit                : Pilar Media
Tahun terbit                   : 2012
ISBN                      : 979-3921-81-1

Seperti yang biasa dikatakan oleh orang tua suku Mee Papua secara turun-temurun (regenerasi) bahwa akan menghadapi berbagai macam tantangan dalam kehidupan masyarakat Mee khususnya dan masyarakat Papua pada umumnya. Beberapa kalimat yang sering kita dengar bahwa, ”iyowoya iyo gaupe egaupai buna makii wadouga” (tanah Papua akan dikuasai oleh kaum pendatang), “iniya manaa kodoya okeiya nitopaitaika” (meskipun bahasa kami tetapi orang lain yang akan mengajarkan kita). Bukan hanya itu saja, banyak perkataan yang disampaikan berkaitan dengan konteks kehidupan yang akan terjadi kedepan.

Pembicaraan tersebut secara tersirat menyampaikan kepada kita bahwa kamu harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan hidup yang sedang mengarah pada ambang kehancuran fondasi hidup yang tak terampuni itu. Berbagai macam cara dilakukan oleh orang-orang yang  berkepentingan atas nama pembangunan dan kemajuan serta kesejahteraan masyarakat tanpa memperhatikan jati diri masyarakat setempat, sehingga berujung pada ancaman kelangsungan hidup masyarakat setempat. Tak disangka ternyata sudah terbukti dalam konteks kehidupan masyarakat Papua pada umumnya dan khususnya masyarakat Mee dewasa ini.

Realitas konteks kehidupan sosial telah diuraikan oleh Vitalis Goo, novelis muda Papua yang perna menulis beberapa novel ini. karya yang dihasilkan diantaranya, "Tanah Perkabungan," "Jalan Kehancuran,", "Belahan Jiwa Tak Serupa Impian,” “ Tanah Perkabungan: Tetes-tetes Air Mata dirantauan,” “ Pintu Menuju Neraka: Sebuah Pertengkaran Peradaban,” “ Anggrek Hitam yang Layu." Selain novel, Vitalis juga menulis buku "Dogiyai Berdarah" bersama rekan-rekannya, dan buku "Awee Pito," bersama Yakobus Odiyaipai Dumupa.

Novel berjudul “Jalan Kehancuran” menceritakan bagaimana awal masyarakat membayangkan  datangnya malapetaka dalam kehidupan, proses sistemik penetrasi budaya, perusakan alam, perenggutan ratusan nyawa,  wajah perkembangan konteks kehidupan masyarakat saat ini dan rintihan tak berdaya yang telah disaksikan dalam kehidupan anak kampung, Vitalis Goo. Betapa kejamnya kehidupan yang diciptakan oleh orang-orang yang berkepentingan di dearah itu. Konon, kisah tersebut tidak jauh berbeda dengan konteks kehidupan masyarakat Papua pada umumnya.

Segala seuatu yang dimiliki oleh masyarakat setempat, tak memiliki makna dan perlu digantikan dengan budaya modern. Setiap aktivitas masyarakat Papua selalu dihantui oleh ketakutan. Kepemilikan patut dipertanyakan hingga dirampas bahkan nyawa menjadi korban. Semua  yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Papua sebagai wujud konkrit dari perkataan orang tua yang telah disampaikan secara regenerasi yang telah dikemukakan diatas. Kisah pahit inilah yang diceritakan melalui novel ini, sebagai upaya untuk melawan lupa. (TS/ASLI).

Baca Juga Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Leave a Reply