Sejak
tahun 60-an banyak kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi diseluruh Indonesia, tetapi tidak
perna dituntaskan oleh pihak berwenang sesuai dengan prosedur hukum yang
berlaku di negara ini. Hal ini disebabkan
oleh penegakan hukum yang bersifat
transaksional dan juga pelaku pelanggar HAM berada dalam sistem sehingga
membiarkan kasus itu terjadi begitu saja. Namun, pada masa pemerintahan
Jokowi-Kalla penyelesaian kasus HAM ini menjadi aspirasi tuntutan publik.
Jokowi-Kalla akan dilantik pada 20 oktober
mendatang. Bulan lalu, seperti yang dilansir di Koran Tempo, Jumat 12/9/2014,
Wakil Ketua Tim Transisi Jokowidodo- Yusuf Kalla, Andi Widjajanto, mengatakan ,
setelah dilantik Jokowi akan menertibkan peraturan pemerintah pengganti UU
pengadilan HAM Ad Hoc. Menurut Jokowi
kasus pelanggaran HAM harus diusut hingga tuntas. “(Dicari) siapa yang
bertanggungjawab,” ujar dia juni lalu.
Banyak
kasus Pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas meski sejumlah lembaga sudah
berupaya menanganinya. Diantaranya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) yang telah memberkas penyelidikan tujuh kasus pelanggaran HAM berat. Namun,
Kejaksaan Agung berulang kali mengembalikan berkas tersebut ke Komnas HAM.
Koordinator
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar, menambahkan
para pelaksana, seperti Jaksa dan Hakim yang mengadili juga harus berani. “Biar
enggak timpang.” Kata dia. Seperti yang dilansir di Koran Tempo (12/9/14) Menurut Haris Azhar, Jokowi punya pekerjaan rumah
dalam kasus hak asasi karena pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono gagal
menyelesaikannya. “Selama sepuluh tahun memerintah, tidak ada satu pun yang
selesai,” kata dia. Menurut Haris, keinginan keluarga korban HAM dari dulu
sampai sekarang hanya satu, yaitu keadilan.
Pengamat
politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris , menilai
Jokowi perlu mewaspadai ancaman partai dari Koalisi Merah Putih yang akan
menguasai DPR jika hendak menyelesaikan kasus HAM. “Tantangan lainnya berasal
dari Partai-partai utranasionalis yang dikuasai pensiunan militer, seperti
Hanura, Gerindra dan PKPI,” kada dia.
Tujuh
Kasus Tunggu Pengadilan
Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyelesaikan penyelidikan tujuh kasus
dugaan pelanggaran HAM barat masa lalu. Berkas yang lengkap itu telah
diserahkan ke Kejaksaan Agung. Namun, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas tersebut ke Komnas HAM. Berikut
ini tujuh berkas penyelidikan kasus pelanggaran hak asasi:
1. Kasus
Trisakti, Semangi I dan II
2. Kerusuhan
Mei 1989
3. Kasus
Talangsari 1989
4. Kasus
penghilangan orang secara paksa 1998-1999
5. Kasus
pembunuhan misterius 1980-an
6. Kasus
tragedi 1965
7. Kasus
Wasior, Wamena, Papua 2001
Koran Tempo, jumat 12/9/14 (Ipou Igo’n)
Tidak ada komentar: