(Ilustrasi, google.Ist) |
Ketika mengerti arti rotasi kehidupan
Ketika terjerat kesulitan dalam tantangan hidup
Ketika dimensi bermodus mencelakai sejawat
Tak jarang asumsi refleks duniawi terlintas
di benak begitu kasar
di benak begitu kasar
Tak peduli yang Merayap dan terbelenggu,
sosok tiran melambung
jauh
Ratap tangis berwajah Murbah,
mencari dan mencari cela-cela sinar penantian
Praktek kasih bergeser,
ciri kehidupan dunia lain mencolok
Tanpa harus mengenali,
Jeratan kehidupan manuntut meghancurkan aku,
kamu termasuk mereka
Sulit diprediksi,
kemisterian menjadi media kabulnya angan-angan
Kesenangan duniawi merajai,
profan dan suci melebur seolah tak berwarna
Harapan tinggal harapan,
semuanya semu bagai sampah yang tak dapat didaur
Kompas_Nya dan mereka selalu berlawanan seolah dunia berbeda
Naluri Rasionalis ditinggalkan,
bersamaan mentari tapi ruang itu semakin gelap
Gejolak –gejolak terlihat sesaat terhenti akhirnya pasrah
Biarlah termangu mengamati,
walau hati hancur ingin mengakhiri waktu.
MenggandengMu,
dia dan mereka menjadi pilihan menapaki gelanggang.
(Anno/TS) Pinggir Sawa, Kota Gudeg Yogyakarta
Tidak ada komentar: