Transmigrasi: Urusan Pilihan bagi Pemerintah Daerah

Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)  dibawah resim tangan besi selama 32 tahun telah membuat berbagai macam persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setelah rezim otoriter (Soeharto)  dilengserkan dari jabatan sebagai presiden pada tahun (1998), Indonesia memasuki fase baru, yakni era reformasi yang ditandai dengan meluasnya desentralisasi dan pemberian otonomi daerah yang laus dan nyata, untuk memperbaiki berbagai macam penyimpangan di segala aspek. Itulah konsep yang diformulasikan dan dilegitimasi oleh para politisi negara ini.

Realitas membuktikan bahwa, berbagai macam bentuk isi konsep tersebut terkesan sebagai formalitas dan berhenti diatas kertas putih bahkan telah pula menaburkan benih-benih dendam sejarah dalam cara atau metode yang baru sehingga masih jauh dari harapan akan pembaharuan . Hal ini dibuktikan dengan beberapa kutipan berikut ini (INILAH.COM, Jakarta -): "Terjadi perubahan pendekatan pembangunan transmigrasi dari pendekatan perpindahan penduduk menjadi pendekatan pengembangan kawasan, dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pemerintah daerah dan mendorong peran serta masyarakat," kata Dirjen P2KT Kemenakertrans Jamaluddin Malik dalam keterangan pers di Jakarta pada Minggu (13/10).

Sudah menjadi rahasia umum bahwa perkembangan pembangunan ekonomi di Papua didominasi oleh masyarakat transmigrasi sehingga orang asli Papua disingkirkan, bahkan miskin dinegerinya sendiri. Meskipun demikian, pemerintah pusat mengambil kebijakan untuk menambah transmigrasi di Papua pada umumnya dan khususnya Kabupaten Merauke, di distrik Merauke, Semangga, Tanah Miring, Kurik, Malind, dan Jagebob. Kebijakan ini didorong oleh kepentingan ekonomi politik  pemerintah pusat, seperti kutipan berikut ini: “Untuk menjaga wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar Indonesia, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) mengembangkan program transmigrasi di lokasi-lokasi strategis itu.”
 
Kutipan diatas ini membuktikan bahwa departemen terkait tidak menghargai pemerintah daerah, sehingga berdasarkan tampuk kekuasaan memaksakan daerah dengan dana miliaran rupiah untuk mengimplementasikan program transmigrasi, pada hal menurut pasal 7 huruf (h) peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan, program transmigrasi merupakan urusan pilihan bagi pemerintah daerah sehingga pemerintah pusat, khususnya departemen terkait tidak perlu memaksakan pemerintah daerah.  
  
Dorongan dan pemaksaan serta intervensi dari pemerintah pusat (departemen terkait) membuat pemerintah daerah seakan-akan tidak memiliki daya kreatifitas sehingga yang terjadi ibarat manusia robot yang digerakkan oleh pemerintah pusat. Dengan kata lain, menciptakan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pusat, dan ketergantungan masyarakat Papua terhadap pemerintah daerah. Tidak ada niat baik dari pemerintah untuk membangun dan memberdayakan masyarakat Papua, selain mengorbankan masyarakat dengan cara seperti yang dikatakan oleh Jamaluddien Malik : “Kita terus mendorong peran pemerintah daerah dan dunia usaha dalam pengembangan investasi di kawasan transmigrasi khususnya di kawasan perbatasan, melalui dukungan kepastian hukum pertanahan, dukungan infrastruktur jalan distribusi dan produksi.”

Jika pemerintah pusat benar-benar membangun dan meningkatkan ekonomi di Papua bukan dengan cara pemaksaan merapkan program pilihan tersebut. Karena pengalaman membuktikan bahwa, kehadiran masyarakat transmigrasi menciptakan kesenjangan ekonomi bagi masyarakat asli Papua pada umumnya. Saat ini masyarakat Papua perlu diberdayakan untuk meningkat perekonomian di daerah. Bukan mendatangkan orang-orang yang tidak jelas latar belakangnya di Papua karena akan menciptakan bahkan memperluas ketergantungan dan dominasi serta kesenjangan ekonomi bagi orang asli Papua.

Pemerintah jangan hanya melihat dari sisi keberhasilan para transmigrasi karena pandangan tersebut sangat keliruh bagi orang asli Papua yang selama ini korban dari transmigrasi tersebut. Jika Masyarakat Papua benar-benar diberdayakan, saya yakin bisa menghasilkan seperti yang dikatakan oleh (Jamaluddien Malik) “Bahkan hasil-hasil pertanian maupun jasa para transmigran telah mampu memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah, sebagai contoh transmigran Timika telah mampu memasok kebutuhan pangan, sayur mayor, telur dan bahkan daging sapi untuk konsumsi perusahaan-perusahaan besar.”

Kutipan diatas ini menunjukkan bahwa segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dinilai dari keberhasilan masyarakat transmigrasi dan pendapatan asli daerah (PAD) semata, sementara keberhasilan dan persoalan serta nasib masyarakat asli Papua tidak dibicarakan. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah dengan cara seperti itukah pemerintah membangun Papua? Apakah cara tersebut akan menciptakan kemandirian bagi masyarakat Papua?

Saya pikir cara seperti itu tidak akan perna membangun Papua, selain menambah persolan. Pemerintah kabupaten maupun provinsi  perlu mengambil kebijkan dan aksi pemberdayaan (empowermental policy and action) terhadap orang asli Papua  supaya kedepan orang Papua menjadi tuan di negerinya sendiri, sebagaimana diimpikan selama ini. Meskipun demikian, bukan rahasia lagi bahwa siklus koteks kehidupan orang Papua yang dirancang oleh pemerintah NKRI adalah pemerintah pusat kendalikan pemerintah daerah, sementara masyarakat Papua tidak diberdayakan sehingga tergantung pada pemerintah daerah, kemudian yang memegang kendali ekonomi adalah masyarakat transmigrasi dan pihak swasta mengeruk kekayaan alam Papua. Itulah realitas kehidupan orang Papua sebagai ciri tersirat bangsa yang sedang dijajah dari berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan konteks tersebut, Socrates Sofyan Yoman, mengatakan “masyarakat Papua, tidak ada yang perlu dibanggakan didalam negara ini.” Tidak  ada misi keselamatan bagi orang Papua di dalam negara ini, sehingga tidak ada cara lain, selain orang Papua sendiri mengatur dan  menentukan masa depan mereka sendiri (merdeka). (Ipou Igo'n)


Baca Juga Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Leave a Reply