Ujung-ujungnya Minta Kelamin


(Ilustrasi, Google.com)
Aniya kipoo enaki itogaka yame yagamo yokagapa tutu taine yamake kipoo wiiko anikidi akato yoko nanaipiga nakako, ebatai piga bageke ipa nayaikai (saya mau tunjuk satu jari kepada generasi muda saat ini, tetapi empat jari lainnya kembali pada diri saya sendiri, jadi  bagi yang membaca tulisan ini, mohon dimaafkan).

Tulisan ini sebagai sebuah komentar atas Opini tentang Aiwa yang ditulis oleh  saudari Maria Ferawati Magai,  yang diposting di blog pribadinya. Saya sangat tertarik dengan opini tersebut, karena jarang generasi muda saat ini berbicara tentang hal ini sehingga terjerumus ke dalam perilaku buruk sekali pakai. 

Sebelumnya, mohon maaf.....!!!!!

Saya mencobah melihat persoalan perilaku buruk sekali pakai ini dari kaca mata budaya suku Mee yang kini hampir punah akibat tidak dilestarikan, bahkan dianggap kuno dan primitif oleh generasi kita saat ini. Ada sebuah buku yang ditulis oleh generasi muda Papua yang dibagian tertentu menuliskan tentang penindasan pria terhadap wanita Papua, khusus suku Mee dengan menggunakan teori Feminim dan Undang-Undang yang dibaut oleh negara ini.

Isi buku dibagian itu, mengecam habis-habisan terhadap kebiasaan suku Mee. Sebenarnya, kebiasaan itu menurut saya sangat baik, tetapi kita salah artikan dan salah maknai dalam kehidupan kita saat ini sehingga dianggap sebuah penindasan yang perlu diakhiri. Jika opini dari saudari Maria ini ditulis berdasarkan teori di buku tersebut, pasti argumen saya ini akan dianggap primitif dan kuno sehingga sulit dimengerti dengan akal sehat. 

Saya secara pribadi, sepakat bahwa aiwa itu adalah perilaku buruk yang merendakan harkat dan martabat manusia,   tetapi yang kadang menjadi pertanyaan adalah siapa yang bicara dan siapa yang mendengar? Karena kadang  pria dan wanita menjadi pemain dalam hal ini. Wanita dijadikan sebagai barang mainan oleh pria generasi muda  dengan menggunakan aiwa, wanita  Papua juga dijadikan sebagai virus yang mematikan bagi pejuang nasip hidup orang Papua oleh negara. 

Disamping itu, kadang juga wanita memiliki perilaku sekali pakai untuk memenuhi kebutuhan biologis, tanpa disadari antara perbuatan melanggar norma dan sesuai norma dan kadang wanita  juga sering menggunakan aiwa. Kita bicara SDM ternyata, kita (pria dan wanita) sendiri yang menjadi penghancur SDM, negara dengan kepentingannya bertepuk tangan.   Katanya cinta tanpa ABCD (Ade atau Abang)  adalah percuma, alias UJUNG-UJUNGNYA MINTA KELAMIN (The Panas Dalam).

Sebenarnya wanita adalah lambang kegagahan seorang pria, dan wanita juga adalah pelindung seorang pria dalam menghadapi tantangan hidup. Dengan kata lain, dibalik seorang pria yang gagah pasti ada seorang wanita. Namun, dewasa ini kita baik pria maupun wanita  salah maknai semua itu sehingga hidup menjadi kacau.

Jika kita melihat dan mempelajari kembali kehidupan generasi pendahulu, pasti kita akan mendapatkan arti sebagai seorang pria dan wanita. Para pendahalu, tidak perna sekolah tetapi mereka mampu mengartikan semua itu dengan membagi tugas dan fungsinya yang jelas dalam keluarga maupun dalam komunitas mereka.

Generasi kita sekarang hidup dalam serba bebas sehingga bisa melakukan dan membuat apa saja sehingga semua hasil karya pemikiran pendahulu dianggap sebagai sesuatu yang primitif dan kuno bahkan lebih sadisnya lagi dianggap sebagai sebuah penindasan. Argumen tersebut bagi para wanita didukung dengan program Keluarga Berantakan (KB) dan juga gerakan Feminim, sehingga membenci hasil pemikiran pendahulu.

Ada satu istilah yang digunakan oleh generasi pendahulu yakni “NAIMA MAGIMA TOO MAA”. Istilah ini kita generasi muda saat ini salah maknai sehingga terjerumus kedalam perilaku sekali pakai. Sebenarnya istilah ini digunakan oleh generasi tua sebagai sebuah motivasi bagi generasi muda pada saat itu. Karena pada saat itu, secara adat sangat dilarang keras  melakukan hubungan diluar nikah dan efeknya jelas bahwa umur akan pendek.

Menurut aturan adat, sebelum nikah perlu memenuhi syarat yang telah ditentukan, diantaranya, memiliki rumah sendiri (owa migiyawi), memiliki kebun sendiri (tai tiyawi), hidup mandiri (akikidi bidaakai/peteekai), pintar wiraswasta (edep ede epii kai), koudokou teki-teki timakiyake waka bukii/wegai ( semua itu sudah siap baru bisa menikah). Bagi yang tidak memenuhi syarat tersebut tidak bisa menikah. Oleh karena itu, istilah NAIMA MAGIMA TOO MAA, sebagai motivasi bagi generasi muda agar segera melengkapi syarat tersebut diatas.

NAIMA, artinya kamu harus bekerja (owa migiyawi, tai tiyaawii, edepede epiikai) dan hasil kerja itu dapat dinikmati sendiri sekaligus memenuhi istilah  MAGIMA.  Dengan kata lain, sebelum menikah harus dipersiapkan semua syarat itu, supaya mampu menjamin dan menghidupi keluarga anda secara mandiri, atau istilah yang digunakan oleh para pendahulu adalah EPAIYE PETEE AWIYAKE WAKA BUKII.

Sebenarnya arti istilah NAIMA MAGIMA secara garis besar seperti itu, tetapi  generasi muda dewasa ini mengartikan bahwa setelah nota/dugi nai, selanjutnya magii sehingga tidak heran jika banyak penjahat kelamin bermunculan disertai dengan penyebaran virus yang sangat mematikan (AIDS) sehingga banyak pria dan wanita usia produktif yang meninggal sia-sia. Disisi lain, kaum hawa menyerahkan keperawanannya demi cinta yang kadang tidak jelas sehingga menjadi korban, lebih sadisnya lagi sudah di kasih hamil tetapi tidak bertanggungjawab sehingga melakukan aborsi. 

Nogeima, ogeuwauma wae, menurut pendeta dan pastor aborsi adalah perbuatan dosa karena membunuh nyawa manusia yang tak berdosa. Nogeima, iniii berdosa karena melakukan hubungan diluar nikah dan tidak bertanggungjawab dan  ogeuwauma wae, ikii berdosa dua kali lipat karena telah melakukan hubungan diluar nikah sekaligus melakukan aborsi. Jadi, pria dan wanita sama-sama saling menguntungkan dalam hal  melakukan sebuah wujud dosa.

Semua yang kita lakukan itu sebagai bukti bahwa, kita tidak menghargai para pendahulu sekaligus membenci dan melanggar aturan hukum adat. Hal ini secara tidak langsung kita mendukung agenda negara yang menjajah kita. Negara lepas tangan, karena tanpa disadari agenda negara  kita sudah ambil alih, saling jajah antara pria dengan wanita. Akibatnya, SDM tidak tercapai sesuai harapan, produksi manusia berkurang, meningkatnya angka kematian balita. Dalam kondisi tersebut program KB muncul, lengkap sudah pintu menuju maut.

Para orang tua di kampung, mengatakan topita kidiya/kodoya, dimiki/ko  beu kikeyi/koukoyi (orang terpelajar tetapi pikirannya nol), ito kakadekaa yokaido epepitee epi tope taipiga, mee magi kou topeteno, maida duwaine, (generasi muda jaman sekarang tidak perna belajar baik, belajar hanya pacaran dan putus ditenga jalan). Ternyata, pemikiran pendahulu yang kita anggap primitif itu lebih bermanfaat dari pada pemikiran dan perilaku kita sekarang ini.

           Kita generasi muda saat ini, dalam hal cinta menggunakan rumus.  I = Y + Y = M/1 x = A . I, artinya Ideakaate (pacaran), Y, Yame (Pria) dengan Y, Yagamo (Wanita), M, Magi (berhubungan), 1 x, kabona/kigena (satu kali), dan A, Akayaiki (baku lepas). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pria dan wanita berpacaran dan melakukan hubungan sekali kemudian baku lepas. 

Saya minta maaf (ipanayaikai) jika rumus ini salah, karena saya bukan ahli atau jurusan matematika, bahkan matematika adalah mata pelajaran yang saya paling benci sewaktu sekolah, tetapi berdasarkan realitas yang terjadi, maka saya menuliskan rumus ini.

Nogeima daana ogeuwauma wae, sekarang kita salahkan siapa? Apakah Tuhan, orang tua, diri kita, agama atau Jokowi? Bagi yang merasa perlu menjawab pilihan diatas, silahkan memilih jawabannya yang sudah tersedia diatas.

Demikian, komentar saya. Maaf jika ada kata yang salah dalam penulisan ini.

Hidup Perempuan Papua........yang sadar dan yang  tidak memiliki perilaku sekali pakai, tidak rebonding rambut,  tidak membenci dirinya yang hitam dan keriting rambut dan yang mengerti tugas dan tanggungjawabnya sebagai perempuan sesuai dengan adatnya. 

Hidup Pemuda Papua........ yang sadar akan hal itu, tidak nikah silang, mengerti tugas dan tanggungjawab sebagai laki-laki sesuai dengan adat. Terkutuklah para PENJAHAT KELAMIN, baik pria maupun wanita. Trims..............!!!!!!

Aku Sang Liar
“ASLI”



Baca Juga Berita Terkait

2 komentar:

  1. tulisannya , memang sangat mengungkap keadaan pemuda papua saat ini. terima kasih banyak . saya tertarik untuk membacanya, karena saya juga sedang menganalisa " kemana pemuda papua nantinya, jika cara berpacaran yang mirip dengan kehidupan sex bebas." sekali lagi terima kasih , banyak.

    BalasHapus